Kesulitan masyarakat yang bermukim di Lingkungan Suli-suli, Kelurahan Bontoa, Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros. dalam mendapatkan air bersih memang sudah berlangsung lama.
Bahkan, sejak pemerintahan Kelurahan Bontoa berdiri dan merupakan satu-satunya Kelurahan yang di Kecamatan Bontoa, warga di Lingkungan 03 Suli-suli sudah kesulitan dan harus berbolak-balik serta mengantri mendapatkan bantuan air bersih yang biasanya dipasok oleh sukarela untuk masyarakat Bontoa.
Namun nampaknya kesulitan warga ini belum direspon sepenuhnya oleh Pemerintah Kabupaten Maros.
Demikian potret yang terlihat bahwa Pemkab Maros nampaknya hanya berdiam melihat persoalan yang dihadapi warga. Hal tersebut diakui oleh mantan Plt Lurah Bontoa, Ardhy Mochtar yang menjabat sebagai Kasi Pemberdayaan Masyarakat Bontoa saat dikonfirmasi pada ahad (03/01/2021).
“Tiap tahun diusulkan. Warga bersama tokoh masyarakat lainnya telah mengawal persoalan ini di tingkat Musrenbang Kecamatan Bontoa untuk diprioritaskan,” jelas Ardhy Mochtar.
Ia juga menyebutkan telah menyampaikan kepada Organisasi Perangkat Desa (OPD) terkait agar memerhatikan persoalan ini.
“Yang kami sampaikan kepada OPD yang terkait agar kiranya diperhatikan persoalan ini di Musrenbang tingkat Kabupaten,” ungkap Ardhy Mochtar.
“Tapi hingga sekarang belum ada tanda-tanda bahwa Pemerintah Kabupaten mencari cara mengatasi persoalan ini,” lanjutnya.
Ardhy Mochtar juga menuturkan, setiap musim kemarau tiba, warga hanya mendapat bantuan air bersih dari pihak pemerhati, seperti dari PMI, Kodim, dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah.
Ia juga menambahkan tentang kemirisan yang dihadapi, bantuan air bersih tersebut sangat kurang. Apalagi musim kemarau yang terjadi tahun lalu.
“Ya, otomatis warga harus mengeluarkan biaya yang sangat besar untuk membeli air bersih yang dijual oleh pedagang,” sebut Ardhy Mochtar.
Berangkat dari persoalan air bersih, Kecamatan Bontoa adalah salah satu yang paling terdampak dan berdasarkan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 dan Undang-undang nomor 17 Tahun 2019 tentang sumber daya air.
“Jadi kesimpulannya, warga sudah susah kehidupan ekonominya ditambah lagi mengeluarkan biaya untuk kebutuhan pokok air bersih,” pungkasnya.
Terhitung masyarakat tanah gersang setiap tahunnya harus mengeluarkan anggaran yang terbilang besar untuk mendapatkan air bersih, bahkan harus merogohkoceh hingga Rp.130 sampai Rp.200 untuk membeli air bersih yang akan digunakan paling lama sekitar 10 hari.
Sebelumnya dikonfirmasi oleh reaksipress.com ada sekitar 300-an lebih warga di Lingkungan Suli-suli Maros yang terpaksa mengkonsumsi air hujan karena sulitnya memperoleh sumber air bersih di wilayah tersebut.
Reporter: Guntur Rafsanjani