Makassar.Sulsel – reaksipress.com – Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) menargetkan 77,5 persen partisipasi pemilih pada Pemilu 17 April 2019 mendatang. Meski terbilang tinggi, tapi target ini dinilai rasional.
Pemilu 2019, dimana pemilihan calon presiden (Pilpres) dilaksanakan bersamaan dengan pemilihan calon legislatif (Pileg) dinilai menjadi peluang penyelenggara Pemilu untuk mendongkrak partisipasi pemilih.
Manager strategi Jaringan Suara Indonesia (JSI), Nursandy yang dimintai keterangan soal angka pemilih golongan putih (Golput) dari periode ke periode mengatakan, sejak Pemilu 2004 hingga 2014, mengalami ketidak tetapan atau fluktuatif angka pemilih Golput.
“Fenomena golput sejak pemilu 2004 hingga 2014 lalu terlihat mengalami fluktuatif. Bahkan hasil pemilu legislatif dan pilpres tahun 2014 hasilnya berbeda,” kata Nursandi, Senin (14/1/2019).
Dia tidak menampik, bahwa Pemilu serentak antara Pileg dan Pilpres menjadi peluang KPU meningkatkan partisipasi pemilih. Sebab, selain penyelenggara dan dua pasangan calon presiden dan wakil presiden, banyaknya calon anggota legislatif (Caleg) juga akan terlibat menggiring pemilih ke Tempat Pemingutan Suara.
“Sistem Pemilu kita hari ini yang dilakukan serentak harusnya menjadi peluang bagi penyelenggara Pemilu membuat partisipasi publik menjadi meningkat dan menekan angka golput. Angka partisipasi publik bisa mencapai di kisaran 75%,” kata Sandi.
Untuk menekan angka Golput, dia menyarankan agar penyelenggara, peserta pemilu dan masyarakat mesti bersinergi untuk mewujudkannya. Sebab, semakin banyak pemilih yang berpartisipasi, maka legitimasi pemilu kita makin kuat.
Meski begitu, dia menuturkan bahwa perilaku Golput memang sulit dihilangkan, namun sangat memungkinkan untuk dikurangi. Ada beberapa alasan perilaku Golput disebutkan Nursandi.
“Angka golput memang tak bisa kita hilangkan, hanya bisa dikurangi. Golput terjadi diantaranya karena alasan ideologi, pemilih biasanya kecewa dan tak puas pada pilihan yang ada. Bisa juga karena alasan teknis karena tak mendapatkan undangan dan non teknis karena keluar kota,” ujarnya.
Meski demikian, Nursandy mengatakan hingga saat ini belum ada gambaran hasil survei yang merekam wajib pilih yang tidak menentukan pilihan.
Terpisah, Direktur Indeks Politica Indonesia (IPI), Suwadi Idris yang ditanya soal segmentasi pemilih yang cenderung Golput menyebutkan ada tiga segmentasi.
“Yang cendrung Golput itu. Pertama, Kelompok ormas (organisasi masyarakat) yang idealis namun dari kelompok ormas-ormas minoritas. Kedua, kelompok pengusaha menengah keatas. Ketiga, masyarakat pedalaman yang buta informasi tentang pilpres dan Pileg,” kata Suwadi.
Dijelaskan Suwadi, tingkat partisipasi Pemilih sangat tergantung pada sosialisasi oleh penyelengara, dan juga sangat tergantung sosialisasi para pasangan capres dan cawapres.
Dikatakan pula, Pemilu bersamaan memungkinkan partisipasi pemilih akan meningkat. Tergantung dari pihak penyelenggara mengelolah pesta demokrasi tahun ini.
“Namun kali ini karna bersamaan Pilpres dan Pileg jadi harusnya partisipasi pemilih kemungkinan akan lebih tinggi daripada saat Pilkada kemarin. Sebab di Pilpres dan Pileg, selain banyaknya Caleg yang sosialisasi menggiring pemilih untuk memilih. Pelaksanaan Pilpres juga melibatkan media nasional, mulai TV dan dan lain-lain. Jadi sosialisasi ke pemilih lebih efektif,” ujarnya.
Meski demikian, dia mengakui belum ada gambatan perilaku pemilih yang merekam potensi Golput dalam survei yang dia lakukan. Dia mengatakan, perlaku Golput sudah bisa terekam pada awal Maret mendatang
“Kepastiannya di riset bulan Maret awal. Nanti awal Maret tergambarkanmi jelas,” tandasnya.
© Copyright 2023, Semua hak dilindungi undang-undang. Materi ini tidak boleh dipublikasikan, disiarkan, ditulis ulang, atau didistribusikan ulang tanpa izin.