Artikel.Religi – reaksipress.com –
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تُقَدِّمُواْ بَيۡنَ يَدَيِ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦۖ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٞ
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.
QS. Al-Hujurat, Ayat 1)
Menurut penulis ayat di atas dapat jadi pedoman bagi pemerintah, khususnya pemerintah daerah di seluruh Indonesia. Terutama boleh tidaknya aktifitas ibadah bagi kaum muslimin di bulan ramadhan dan pasca ramadhan saat adanya wabah covid 19.
Sebab, entah benar apa tidak. Perlu klarifikasi. Sudah ada berita beredar di media daring satu kabupaten di Sulsel telah mengeluarkan larangan melaksanakan shalat idul fitri 1441 hijriah di wilayahnya. Sebab belum terkonfirmasi berita ini, hingga itu penulis tidak sebut kabupatennya. Tapi telah disebar beritanya.
Jika benar berita itu, maka dapat disimpulkan bahwa pemda tersebut telah melampaui kewenangannya. Artinya, ia telah melanggar ayat di atas. Sebab ulama adalah pewaris nabi, dan hal terkait pelaksanaan ibadah, MUI yang paling berwenang memberi fatwa larangan.
Apatahlagi telah tertuang dalam poin di surat edaran Kementerian Agama Nomer 6 Tahun 2020 Tentang Panduan Ibadah Ramadhan dan Idul Fitri Di Tengah Pandemi Wabah Covid 19. Bahwa pelaksanaan shalat idul fitri 1441 H menunggu keputusan MUI. Eh, tahu-tahu ada pemda sudah lebih dahulu dari MUI mengumumkan bahwa tidak akan melaksakan shalat Idul Fitri 1441 H.
Perlu pertimbangan matang, kajian mendalam setiap wilayah untuk mengalihkan kegiatan jumatan, tarwih dan shalat idul fitri. Sebab kondisi setiap daerah berbeda: ada yang warna kuning, merah dan hijau penyebaran wabah covid 19. Hingga itu pula berbeda kebijakan yang diterapkan dimasing wilayah.
Ada salah satu kabupatan di Sulsel, ketua MUI-nya sangat berhati-hati mengelurkan fatwa. Dan hal yang sangat menarik isi ‘Pandangan syar’i’ dalam liris fatwanya terkait wabah covid 19. Yaitu dipoin akhir tertulis,
“Bagi pihak yang membantu atau mendukung telaksananya syariat Allah dan Rasul-Nya, maka baginya pahala yang tak terhingga dari Tuhan. Begitu pula, bagi pihak yang menghalangi terlaksananya suatu ibadah sebagaimana mestinya menurut pandangan Allah dan RasulNya maka tanggung jawab dunia akhirat ada dipundaknya.” Demikian isi poin terakhir fatwa MUI Kabupaten Barru tersebut.
Pengamatan penulis saat ini, terus terang ada warga yang berlebihan dalam mengiplementasi larangan ibadah di masjid saat wabah covid 19. Sampai-sampai ada sebuah masjid di Makassar melakban solasi pintunya. Sepi, senyap tidak ada syiar di masjid itu. Pada hal shalat tetap bisa dilakukan meski hanya imam dan muadzin, juga adzan tetap dikumandangkan saat ada wabah pandemi. Yang dihindari berkumpul banyak orang, itupun yang wilayahnya merah atau kuning.
Sehingga itu, relevan dengan judul di atas. Bahwa DPP MUI Indonesia telah meliris sebuah petujuk ibadah bagi umat Islam. Dikeluarkan pada Kamis, tanggal 30 April 2020 terkait pelaksanaan fatwa MUI Nomer 14 Tahun 2020 yang terdiri 3 poin:
1. Dewan Pimpinan MUI provinsi seluruh Indonesia diberikan kewenangan penuh menjelaskan dan melaksanakan fatwa tersebut sesuai kondisi & situasi wilayahnya masing-masing;
2. Dewan Pimpinan MUI provinsi seluruh Indonesia diberikan otoritas penuh untuk berkordinasi dan menjalin kerjasama para pihak yang terkait dalam pelaksanaan fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020;
3. Dewan Pimpinan MUI provinsi diberikan kewenangan untuk menjabarkan, mengkoordinasikan fatwa tersebut kepada Dewan Pimpinan MUI kabupaten dan kota di Wilayahnya.
BERSINERGI ULAMA DAN UMARA DALAM TUGAS MEMBIMBING DAN MENJAGA UMAT BERAGAMA
Penulis : Hamka Mahmud, S.Pd (Dai Kamtibmas Maros)