Artikel – reaksipress.com – Disaat musim pandemi covid 19 ini, kondisi keuangan seseorang mengalami minus. Sebab kurang transaksi. Tetapi hal beda dengan seorang pedagang berasal dari kota penulis. Rasa syukur kepada Allah atas rezeki yang diraih di perantauan Ia ungkapkan dengan memperingati maulid Nabi ﷺ di rumahnya.
Mengundang tetangga, pengurus masjid untuk membacakan kisah hidup Rasulullah ﷺ, membagikan bingkisan makanan, serta uang pada seluruh tamu, juga seorang ustad datang mengisi ceramah. Hal inilah yang menjadi dasar sehingga sosok ulama Ibnu Hajar Al-Asqalani membolehkan peringatan maulid Nabi ﷺ. Sebab ada syiar Islam.
Namanya Hj. Bahriah, keuletannya berniaga mirip Ummul Mukminin Khadijah RA. Ia berdagang sejak di Pasar Sawah kota Makassar hingga sampai Kota Sorong Papua Barat. Di Makassar tahun 80-an ia berniaga lalu kamudian kakak penulis yang melanjutkannya berdagang di pasar yang menjadi tempat belanjanya warga keturunan Tionghoa di Kota Makassar, selain pasar Bacan.
Ini kali kedua ia adakan peringatan Maulid Nabi ﷺ di rumah tinggalnya di jalan Bambu Runcing Kassi Lama Kabupaten Maros. Waktu pertama ia mengundang Da’i Kondang Trans TV yakni Ustad Maulana. Kali ini ia
undang Ustad H. Arfah Idrus, S.Hi M.Hi. Kamis, 12 November 2020.
Hadir tokoh masyarakat dan agama setempat. Tiba-tiba penceramah yang berkarir di Kota Sorong itu sembab matanya dan berkaca-kaca dan menangis disaat meceritakan jaza-jaza Hj Bahria, “Haji Bahe, selalu kudoakan setelah ibu saya, baru kusebut namanya. Ia dan suaminya H Idris adalah orang yang baik. Saya waktu awal merantau ke Sorong, di sana saya membangun TPA dan rumah, yang paling banyak membantu saya dalam mebangun TPA dan rumah tinggal saya adalah beliau.” Kenang salah satu dosen di Papua di sela ceramahnya sesekali ia usap air matanya.
Hj Bahria, populer dengan nama Hj Bahe. Ia adik kedua ibu penulis dari jalur satu nasab ayah. Siti Fatima nama ibu penulis, putri pertama dari pasangan H. Ukkas DG Mattu dan Sohoriah. Ketika ibu penulis masih kecil, ibunya wafat. Lalu kakek lama menduda, sebab waktu itu zaman penjajahan Belanda dan Jepan.
Menurut adiknya, H. Perenrengi “ketika kakekmu itu duda sempat ikut berjuang mengusir penjajah. Ia mengangkut senjata ke beberapa kabupaten di Sulsel bersama TKR.”
Tutur adik kakek yang salah satu tokoh Vetran RI Kabupaten Maros.
Lalu kemudian ayahnya ibu penulis menikahi wanita bernama Hj Jinne dari pernikahan itu lahir saudaranya ibu berjumlah 8 orang dan salah satunya adalah Hj Bahria. Seluruh pedagang suku Bugis Makassar di Kota Sorong pasti mengenalnya.
Menurut ibu penulis bahwa kekek menikahi nenek Hj Jinne waktu itu sangat muda, diperkirakan usianya masih belasan tahun. Sehingga itulah ibu penulis sempat merawat dan membesarkan 8 adik-adiknya dari jalur satu ayah. Sebab ibu anak sulung sebagaimana tradisi Bugis anak sulung membantu ayah dan ibu dalam membesarkan anak.
Di antara 8 orang ini, Hj Bahria yang paling takzim dan dermawan pada ibu penulis. Seperti ketika baru saja ia pulang dari Kota Sorong, sempat Dia membesuk ibu penulis dan memberikan infak kepada kakaknya yang mengalimi rabun penglihatan akibat pengaruh sakit diabetes.
Kakek penulis termasuk tokoh yang mendukung perpindahan kota Maros yang awalnya berada di sebelah utara sungai Maros. Lalu berpindah ke kawasan persawahan sebelah selatan sungai. Seperti yang kita lihat saat ini. Lokasi PTB, Kantor Bupati, Pasar Tramo, masjid al-Markaz Maros adalah semuanya kawasan persawahan warga dulu.
Kakek penulis termasuk paling banyak sawahnya yang masuk lokasi perpindahan kota. Sebab ia pernah menjabat Matoa atau yang saat ini disebut Kepala Lingkungan.
Ibu penulis pernah bercerita bahwa kekek pernah bermimpi bertemu ibunya dan diberitahu oleh nenek Soho bahwa salah satu cucunya ada yang menjadi perhatian orang.
Kekek termasuk orang yang suka menolong, semasa menjadi matoa cerita ibu penulis. Sering memberi tampungan menginap dan memberi makan musafir yang kemalaman dari Kabupaten Bone. Sebab lokasi tempat tinggalnya adalah jembatan perlintasan yang satu-satunya jalan dari kota Bone ke Makassar.
Tradisi dari kekek inilah yang jadi inspirasi tante penulis Hj Bahria sehingga gemar berinfak, menolong guru TPA, dan mengungkapkan rasa syukur dengan cara memperingati maulid Nabi ﷺ lalu mengundang masyarakat sekitar mendengarkan kisah teladan Rasulullah ﷺ.
لَقَدۡ مَنَّ ٱللَّهُ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ إِذۡ بَعَثَ فِيهِمۡ رَسُولٗا مِّنۡ أَنفُسِهِمۡ يَتۡلُواْ عَلَيۡهِمۡ ءَايَٰتِهِۦ وَيُزَكِّيهِمۡ وَيُعَلِّمُهُمُ ٱلۡكِتَٰبَ وَٱلۡحِكۡمَةَ وَإِن كَانُواْ مِن قَبۡلُ لَفِي ضَلَٰلٖ مُّبِينٍ
Sungguh, Allah telah memberi karunia kepada orang-orang beriman ketika (Allah) mengutus seorang Rasul (Muhammad) di tengah-tengah mereka dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab (Al-Qur’an) dan Hikmah (Sunnah), meskipun sebelumnya, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata.
QS. Ali ‘Imran, Ayat 164
MAULID NABI MUHAMMAD ﷺ ADALAH MEDIA SILATURAHIM, BERINFAK DAN UCAP SYUKUR
Kajian Dai Kamtibmas/Penyuluh Agama Islam Non PNS/DANI-Dai Anti Narkotika/DASI (Da’i Siber Indonesia) BY: Hamka Mahmud Seri 599 HP: 081285693559