Artikel – reaksipress.com – Tak ada yang membedakan insan yang kulitnya hitam, putih, merah. Dalam hal jiwa, tada yang beda antara jiwa manusia ningrat, rakyat jelata, pejabat dan kaum terdidik. Begitu juga kaum wanita dan pria.
Semua berasal dari satu sember. Al-Qur’an menyembutkan dengan istilah, ‘nafisin wahidah’
ٱلَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفۡسٖ وَٰحِدَةٖ وَخَلَقَ مِنۡهَا زَوۡجَهَا وَبَثَّ مِنۡهُمَا رِجَالٗا كَثِيرٗا وَنِسَآءٗۚ
(Allah) yang telah menciptakan kamu dari jiwa yang satu (Adam), dan menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)-nya; dan dari keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. (QS An-Nisa’:1)
Asbab jiwalah, sehingga terhubung semua insan dangan Nabi Adam as tanpa ada beda agama, ras dan warna kulit. Berdasar itulah tak bolehnya ada yang sombong dan angkuh dengan satu sama lain.
Sebab asal sumber sama. Bahkan sekalipun sumber beda, tetapi sifat takabbur tak boleh dimiliki. Karena sifat takabbur Iblis hingga dirinya dilaknat oleh Allah ﷻ
Penulis sering analogikan ‘nafsin wahidah’ atau satu jiwa dengan ungkapan, Nabi Adam as hidup, kemudian darinya Allah ﷻ ciptakan pasangannya Hawa. Lalu dua jiwa ini menghasilkan empat jiwa yaitu Habil, Qabil, Iqlima dan Layutsa. Dua orang pria dan dua wanita.
Lalu Nabi Adam menikahkan Habil dengan Iqlima. Namun Qabil tak terima, ia merasa lebih berhak atas Iqlima. Lalu Nabi Adam as memberi solusi yaitu perintah agar keduanya berkurban. Dan siapa yang diterima kurbannya maka ia berhak menikahi Iqlima.
Lalu dalam berkurban Qabil yang diterima. Habil lalu hasad, hingga membunuh Qabil. Inilah maksud ungkapan ayat 32 dari al-Qur’an surah al-Maidah. Bahwa siapa yang membunuh satu jiwa maka seolah telah membunuh seluruh manusia.
Maksud ayat di atas yaitu seluruh anak keturunan dari Habil tak hadir di dunia sebab ia dibunuh oleh Qabil. Bisa dibayangkan jika Habil hidup, mungkin sudah jutaan keturunannya.
Lanjut kisahnya, Habil lalu menikah dengan Iqlima. Lalu dua jiwa itu beranak pinak, bercucu dan bercicit. Sehingga jiwa mereka berdiaspora bersuku-suku, berbangsa-bangsa. Lalu tibalah masa dua jiwa juga ketemu. Yaitu jiwa ayah dan jiwa ibu kita. Lalu padanya hadirlah diri ini sebagai juga satu jiwa.
Melihat dan merenungkan rantai jiwa di atas maka pahamlah kita semua bahwa asal kita sama. Tidak ada beda Arab dan non Arab, ningrat dan bukan. Hingga adanya patokan penilaian khusus dari Allah ﷻ, bukan dari manusia perbedaan satu sama lain. Yaitu takwa kepada Allah ﷻ.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقۡنَٰكُم مِّن ذَكَرٖ وَأُنثَىٰ وَجَعَلۡنَٰكُمۡ شُعُوبٗا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓاْۚ إِنَّ أَكۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَىٰكُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٞ
Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti. (QS. Al-Hujurat, Ayat 13)
Olehnya itu, Islam menentang yang namanya diskriminasi ras, serta warna kulit, seperti yang terjadi di Amerika saat ini: warga kulit hitam dimarjinalkan oleh warga kulit putih. Ironisnya kebijakan negaranya juga terlibat diskriminasi.
Implementasi bahwa ajaran Islam sempurna dan tak ada diskriminasi yaitu telihat saat Nabi Muhammad ﷺ memimpin umat Islam. Inilah juga yang sangat perlu diteladani oleh para pemimpin saat ini.
Nabi Muhammad ﷺ dikelilingi seluruh corak warna kulit, bentuk fisik dan golongan tanpa ada yang Ia ﷺ diskriminasi. Ada Bilal wakil dari kulit hitam bangasa Afrika. Ada Suwail Arrumi wakil dari kulit merah keturunan Romawi. Kulit putih tentu Abu Bakar RA yang asli orang Arab.
Sementara yang cacat fisik juga tetap dapat tempat di sisi Nabi ﷺ. Misalkan Abdullah bin Umi Maktum ia wakil dari cacat tuna netra. Ibnu Mas’ud wakil dari fisik pendek atau cebol. Lalu yang pincang diwakili oleh Abdullah bin Rawahah.
Jadi kesempurnan, kematangan dan kemuliaan jiwa telah dimiliki oleh Rasulullah ﷺ. Sosok paripurna jiwanya salam segalanya. Hal itu tercermin dari sempurnanya interaksi ibadahnya kepada Allah ﷻ. serta sangat baiknya hubungannya pada sesama manusia. Nah seperti inilah sosok Rasulullah ﷺ pengamal takwa paling sempurna. Seharusnya, padanya kita semua mengambil teladan.
ASAL KITA SEMUA SATU SUMBER YAITU NABI ADAM AS KEMUDIAN DISARING BERDASAR TAQWA-NYA
Kajian Dai Kamtibmas/Penyuluh Agama Islam Non PNS/DANI-Dai Anti Narkotika.
Penulis : Hamka Mahmud
Editor : MR