Maros – reaksipress.com – Jelang masa jabatan Bupati Maros H. M. Hatta Rahman, M.M., berakhir salah satu persoalan warga belum juga tuntas hingga saat ini.
Permasalahan krisis air bersih yang menjadi langganan warga pesisir setiap tahunnya masih menjadi pekerjaan rumah Bupati Maros berikutnya.
Meskipun seringkali Pemerintah Daerah Maros menyalurkan air bersih bersama lembaga sosial lainnya namun itu dinilai masyarakat bukan sebuah solusi.
“Krisis air bersih ini sudah dialami warga Kecamatan Bontoa, khususnya di daerah pesisir selama bertahun-tahun, ” Jelas Arung Wicaksono, selaku Koordinator Masyarakat Tanah Gersang Menggugat.
Berbagai cara telah ditempuh oleh warga, mulai meminta baik-baik dengan melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan anggota DPRD Maros hingga melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor Bupati Maros.
”Kami bersama beberapa elemen organisasi pemuda dan mahasiswa serta LSM sudah menyuarakan ini namun hingga saat ini belum ada solusi. Padahal jabatan bupati akan berakhir,” Lanjut Arung kepada reaksipress.com
Arung menilai kebijakan pemerintah daerah lebih berpihak kepada pelaku industri sementara berdasarkan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 dan Undang-undang nomor 17 Tahun 2019 tentang sumber daya air menjelaskan bahwa air harus menjadi skala prioritas karena merupakan kebutuhan pokok Masyarakat.
“Kami juga telah menyarankan agar Pemkab Maros berkunjung ke Balai Besar Sungai Wilayah Pompengan-Jeneberang untuk mendapatkan jawaban debit air bendungan Batubassi-Bantimurung agar segera dilakukan pemasangan Booster pemompa air bersih, tapi belum ditindaklanjuti,” papar Arung Wicaksono.
Arung dan warga Bontoa berharap, pemerintah daerah bertanggung jawab dan segera menuntaskan pesolaan ini.
”Kebijakan Pemerintah Kabupaten Maros mengabaikan persoalan krisis air bersih dan telah menyalahi aturan perundang-undangan yang ada.” tutup Arung.
Diketahui, untuk mengatasi masalah air bersih saat musim kemarau, warga Bontoa harus merogoh kocek untuk membeli air.
Laporan : Guntur Rafsanjani